Proud To My Self

September 18, 2023 2 Comments

Assalamualaikum ..

Hallo, perkenalkan nama saya Rubi. Namun di lingkup SIT Permata Kota Probolinggo saya dikenal sebagai Ustadzah Robi, mungkin karena nama lengkap saya Robiatul Adawiyah. Sengaja saya ubah nama saya disini karena nama Robi itu seperti nama laki-laki hehe.. Sedikit ingin berbagi perjalanan hidup saya sampai saat ini menginjakkan kaki sebagai salah satu anggota keluarga dari SIT Permata Kota Probolinggo.

Untuk mencapai titik saat ini, sungguh tidak mudah. Sebagai anak pertama perempuan dalam keluarga, jatuh bangun saya hadapi sendiri. Terlebih ketika bapak jatuh sakit saat saya masih kelas 11 SMA. Kondisi keuangan yang pasti sangat terganggu, apalagi keinginan saya ingin melanjutkan kuliah. Sudah berulang kali saya coba mendaftar beasiswa sejak awal mendaftar kuliah sampai berjalan semester 5 pun tidak pernah sekalipun saya mendapatkan kesempatan. Sedih. Apalagi ketika bercerita ke bapak, namun bapak selalu bersikap rendah hati “gppo mbak, berarti bapak sek mampu”.

Seiring berjalannya waktu, saatnya mempersiapkan penelitian untuk skripsi sebagai salah satu syarat saya menjadi seorang sarjana. Penelitian saya pilih di SDIT Permata Kota Probolinggo. Masih lekat di ingatan, saat itu saya menemui Ustadzah Nurul Khotimah meminta izin kepada beliau selaku kepala sekolah untuk meneliti tentang manajemen sarana dan prasarana dalam peningkatan layanan pendidikan untuk semua. Sengaja saya memilih sekolah ini karena di Probolinggo sendiri masih sangat jarang ada Sekolah Islam Terpadu. Saya mengetahui sekolah ini karena keponakan saya sebagai salah satu siswa di SDIT Permata Kota Probolinggo.

Oktober 2019, tepat pukul 2 dini hari Minggu. Hp saya berdering berulang kali. Saya lihat di layar, tertera nama om. Di seberang sana, “dek ndang siap-siap, ayo pulang”. Perasaan sudah campur aduk tapi saya coba untuk tetap tenang, “te lapo se? Aku kesok kudu ng sekolah”. Dengan perasaan kesal, saya tutup telf itu lalu mencoba kembali tidur meski hati sudah tidak karuan. Beberapa menit kemudian, terdengar suara deru mobil di depan rumah kost yang saya tinggali. Saya coba kuatkan hati dengan tetap berpikir positif, melangkah ke arah balkon lantai 2. Belum sempat saya bertanya, sambil menangis om saya bilang “dek ayo pulang, bapak udah gaada”.

Saya lari kembali ke kamar, saya peluk teman saya. Menangis sekencang-kencangnya. Ya Allah ini apa? Saya bahkan belum wisuda. Saya belum selesai mengerjakan skripsi. Hal yang selalu bapak tanyakan ketika saya pulang ke rumah, “mbak kapan wisuda?” Tapi bapak sudah meninggalkan saya sebelum saya menyelesaikan tanggung jawab sebagai anak. Saya tau bapak ingin sekali datang ke acara wisuda saya tapi takdir berkata lain, bapak harus kembali menghadap gusti Allah SWT. Masih ingat betul dalam pikiran dan hati. Saat itu memasuki Minggu ke-4 program PPL saya laksanakan di SDN Sawojajar 2 Kota Malang, ketika saya kehilangan sosok pendengar, penyemangat bahkan bisa di bilang salah satu tiang dalam kehidupan seorang Rubi.

Perlahan saya coba bangkit dan semangat lagi. Tentu saya harus kuat, saya harus menguatkan ibu dan adik. Saya tidak boleh terlihat lemah meski sebenarnya saya juga hancur. Tiga minggu berjalan, saya mulai penelitian di SDIT Permata Kota Probolinggo. Tidak bosan saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz Saidi, Ustadzah Devi Andi, dan Ustadzah Fitri. Berkat beliau-beliau itulah saya bisa menyelesaikan skripsi sebagai syarat lulus sarjana.

Maret 2020, lagi-lagi saya mendapatkan ujian hidup dari Allah SWT. Salah satu mahasiswa UB terdeteksi positif covid-19. Akibatnya hampir seluruh elemen masyarakat di Kota Malang lumpuh. Sekolah, kampus, kantor melakukan aktivitas secara daring. Pada bulan itu saya masih proses bimbingan skripsi sebelum melanjutkan ke tahap sidang. Dua minggu saya tertahan di rumah kost, keluar hanya untuk membeli lauk. Karena keadaan yang tidak pasti, akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke Probolinggo dengan tetap membawa dokumen skripsi.

April 2020, keadaan tidak kunjung membaik. Saya melakukan bimbingan dan sidang skripsi dengan menggunakan aplikasi zoom meeting. Ada rasa bangga karena saya mahasiswa pertama yang melaksanakan sidang skripsi secara daring, yang mana pada saat itu standar operasional pelaksanaan sidang skripsi secara daring belum tercipta. Alhamdulillah selama 90 menit saya berhasil menyelesaikan sidang dan berakhir dengan kata “LULUS”. Saya melompat kegirangan persis seperti ketika saya lolos SNMPTN 2016 di  UM, berlari menuju musholla rumah untuk menemui ibu yang saya tau saat itu ibu pasti sedang berdoa dan berdzikir untuk kelancaran sidang skripsi yang sedang saya lakukan.

“Ibuk, mbak lulus. Mbak sudah selesai, tinggal nunggu wisuda”

“Alhamdulillah, ..”

Hanya itu yang ibu katakan. Singkat dan sederhana tapi dengan meneteskan air mata bahagia.

Surat keterangan lulus dari kampus sudah dibagikan. Saat itu saya langsung mengirim surat lamaran ke Yayasan Amanah Kota Probolinggo. Lamaran itu saya tujukan kepada Ustadz Saidi selaku kepala SDIT Permata Kota Probolinggo. Alasan saya memilih SDIT Permata sebagai tujuan pertama adalah karena saya ingin mengucapkan terima kasih dengan cara mengabdikan diri dan masih perlu banyak belajar dari sekolah ini.

Selang dua tahun berganti. 12 Januari 2022 sekitar pukul 07.00 WIB, saya mendapatkan pesan dari Yayasan Amanah. Pesan itu mengatakan bahwa saya harus mengikuti interview di kantor Yayasan Amanah. Kaget? Pasti! Tidak ada angin, tidak ada hujan, saya kira surat lamaran yang saya kirim dua tahun lalu sudah hilang ternyata masih mereka simpan. Saya ikuti dengan baik interview tersebut. Hal yang belum pernah saya temui adalah tes membaca Al Qur’an. Batin saya, “waww, unik! Jarang sekali ada orang yang punya niat bekerja dengan syarat harus bisa membaca Al Qur’an” Tentu semakin kagum lah saya dengan lembaga ini. Sehari dua hari, saya kembali mendapat pesan dari Bu Fir, beliau yang saya kenal selaku bidang kepegawaian. Beliau mengatakan bahwa saya harus mengambil surat tugas sebagai tanda bahwa saya lolos dari tahap interview.

Lagi-lagi Alhamdulillah, salah satu impian saya terwujud. Saya ditempatkan di SMPIT Permata Kota Probolinggo. Sedikit bingung, perasaan kemarin saya melamarnya ke SDIT Permata lah kok malah ditempatkan di SMPIT? But, it’s oke

Hari pertama saya masuk ke kantor SMPIT Permata Probolinggo, waaa alhamdulillah ternyata saya tidak sendiri. Ada 2 guru baru yang masuk bersamaan dengan saya. Setidaknya saya tidak akan merasa baru sendirian hehe ..

Satu tiga bulan pertama saya mengalami culture shock disini. Bagaimana tidak? Dengan kepribadian saya yang masih kurang sebagai pribadi islami tiba-tiba masuk ke lingkungan yang sangat kental dengan budaya islam. Contoh sederhana, saya dulu sangat tidak menyukai memakai rok, pakaian panjang, maupun jilbab panjang. Alasannya, postur badan saya pendek hanya 148 cm sehingga saya tidak cukup percaya diri jika memakai rok atau pakaian panjang lainnya. Hal ini sempat menjadi bahan pertimbangan ketika saya akan melamar di SIT Permata. Awalnya memang sangat tidak nyaman, karena yaa ini bukan saya. Sudah pakai rok tapi kok masih disuruh pakai legging? Ditambah harus pakai kaos kaki, jilbab harus panjang, penggunaan make-up juga harus ala kadarnya. Namun pada akhirnya yaa yaudah deh, mau ngga mau aturan harus ditaati.

Kemudian dalam hal bergaul dengan lawan jenis. Saya baru tau jika di tingkat SMPIT Permata, kelas siswa laki-laki dibedakan dengan kelas siswa perempuan. “Ohh mungkin karena mereka sudah memasuki masa baligh” itulah yang terlintas di pikiran. Lalu ada lagi kebiasaan salam menangkupkan kedua telapak tangan tanpa bersentuhan. Hal tersebut merupakan kebiasaan yang sangat asing bagi saya.

Namun lambat laun, alhamdulillah tidak akan pernah berhenti saya bersyukur menjadi salah satu anggota keluarga SMPIT Permata, saya merasa ada banyak sekali perubahan sejak saya masuk di lembaga ini.

 

(Foto ini saya ambil ketika akan berkunjung ke rumah saudara. Dalam ini saya memilih menggunakan gamis karena selain lebih nyaman, saya juga berusaha untuk selalu menutup aurat dimanapun saya berada.)

Saya yang dulu sangat menghindari memakai rok, sekarang mashaAllah koleksi rok/baju gamis semakin banyak. Beberapa celana dan baju ketat yang saya miliki akhirnya tidak pernah saya pakai lagi karena saya merasa sudah tidak nyaman ketika memakai baju-baju tersebut. Memakai baju muslim tidak hanya saya lakukan saat bekerja saja, melainkan untuk sehari-hari pun saya sudah melakukannya. Alhamdulillah.

Saya yang dulu sangat menghindari memakai jilbab panjang, alhamdulillah sudah mulai nyaman. Bahkan jika terpaksa saya harus memakai jilbab dengan ukuran 110×110 cm, maka saya harus padukan dengan baju yang cukup longgar untuk menutupi aurat. Saya yang dulu tidak ada batasan dalam bergaul dengan lawan jenis, alhamdulillah saat ini sudah tidak pernah lagi salaman dengan cara bersentuhan.

Tentu beberapa kebiasaan tersebut tidak hanya saya lakukan di lingkungan SMPIT Permata Probolinggo saja, melainkan sudah saya lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ada beberapa teman atau kerabat yang mungkin meragukan atau “mengejek” seperti “wihhh sekarang jadi ustadzah rek” atau “loh umik saiki?”  Bagi saya ungkapan-ungkapan itu seperti angin lewat yang akan semakin memantapkan saya agar selalu istiqomah melakukan hal-hal baik sesuai dengan kaidah Islam.

Selain itu, saya juga amat bersyukur dengan bekerja di SMPIT Permata Probolinggo saya bisa menghidupi rumah yang saya tinggali bersama dengan ibu dan adik saya. Meskipun jumlah gaji memang belum banyak, tapi beberapa kali saya bisa menghidupi anak yatim, saya bisa berbagi dengan sesama, saya bisa menabung, saya bisa memberi nafkah kepada ibu. Kata ibu “gppa sedikit, yang penting berkah dan alhamdulillah juga bisa mengubah kebiasaan mu menjadi lebih baik dari sebelumnya” Hal tersebut tentu menjadi nilai tambah dan juga motivasi agar selalu semangat ketika berangkat kerja.

Mungkin itu saja yang bisa saya bagi dalam tulisan mengenai pengalaman saya selama bekerja di SMPIT Permata Probolinggo. Terima kasih sudah berkenan membaca, semoga bisa memberi pengaruh yang baik bagi banyak orang.

Wassalamualaikum.

 

BIODATA

Nama saya Robiatul Adawiyah, kelahiran di Kota Probolinggo, 20 Maret 1998. Saat ini saya bekerja sebagai staf tata usaha di SMPIT Permata Probolinggo. Status? Belum nampak hilal jodohnya :’)

Makan siang favorit ketika di sekolah tentu saja fried chicken atau ayam goreng sambal ijo. Masakan terenak yang pernah saya makan selama bekerja di SMPIT Permata. Terima kasih Bu Ani dan teman-teman dapur Yayasan Amanah

Kemudian hobi, saya suka nonton drama Korea dan membaca cuitan receh di twitter, sekarang namanya berubah menjadi X sejak pemiliknya yaitu Elon Musk mengubahnya

0 Reviews

Write a Review

2 thoughts on “Proud To My Self”

  1. Waaa. Masyaallah ustadzah rubi, terimakasih telah membagikan kisah dan pengalamannya ,

    semoga setelah membaca cerita/kisah hidup dari ustadzah rubi, bisa menambah motivasi agar kita selalu semangat,bersyukur juga ikhlas menjalani takdir yg sudah Allah berikan ,baik atau mungkin tidak mengenakkan yang menimpa kita, mungkin saja adalah takdir terbaik yg sudah Alloh berikan kita harus tetap ikhlas,bersyukur dan tetap bersemangat dalam menjalaninya .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *